Pemaparanmateri berisi penjelasan mengenai ecoprint, yaitu sebuah teknik mencetak suatu motif pada media cetak (umumnya kain) dengan pewarnaan alami dari bagian-bagian tanaman seperti daun, bunga, dan batang yang mengandung pigmen warna. Dijelaskan pula cara-cara memilih kain dan tanaman untuk ecoprint.
Batu - Kain yang diwarna dengan teknik ecoprint memiliki motif unik dan berharga tinggi. Daun, bunga dan kayu dijadikan bahan untuk ecoprint. Haragnya bisa menyamai harga batik tulis. Ecoprint jelas Sugeng Pribadi adalah Teknik memberi warna dan corak motif pada kain, kulit atau bahan lainnya dengan menggunakan bahan alami. Bahan alami yang digunakan berasal dari tanaman meliputi beragam jenis daun, bunga, kayu, atau bahan tanaman lainnya yang memiliki corak dan warna yang Pribadi, pemilik Redsoga Kedaikadu Art Shop yang beralamat di Jl. Patimura Gang 5 No 30 Kota Batu Jawa Timur mengembangkan ecoprint sejak 2016 dengan ekstrak daun ke media kain, kulit domba atau kulit sapi. Menurut Sugeng, daun yang bisa digunakan adalah yang mempunyai tekstur dan klolofil tinggi serta bahan-bahan yang mempunyai tanin yang kuat, untuk budidaya tanaman bahan pembuatan ecoprint, Sugeng menanamnya di sekitar halaman rumahnya yang sekaligus juga sebagai galeri. “Sifat daun itu sendiri ada tiga macam, menyerap warna, mentransfer warna dan menutup warna, contohnya daun jarak, daun lanang, cinadol, katul,” katanya. Menurutnya ada 2 dua teknik pembuatan ecoprint, yaitu teknik pukul atau pounding dan teknik kukus atau steam. Sugeng menjelaskan teknik pukul atau pounding dilakukan dengan cara meletakkan daun-daun di atas kain atau bahan lain kemudian ditutup dengan lapisan kain atau blangket. selanjutnya dipukul pelan-pelan secara langsung menyesuaikan bentuk daun atau alur daun secara perlahan menggunakan alat dari bahan kayu atau besi sebagai alat pemukulnya. Apabila menggunakan besi harus pelan tidak terlalu keras atau cepat untuk menghindari kain agar tidak berlubang. “Setelah semua selesai kemudian kain penutup daunnya di buka dan daun-daun bekas tadi bisa untuk pupuk atau media tanam itulah bentuk ekologi,” selesai kemudian diangin-anginkan selama 3 hari, proses selanjutnya adalah penguncian warna supaya tidak pudar atau luntur dengan dicelupkan ke dalam air kapur, bisa juga air tawas atau air tunjung selama 5 menit kemudian diangin-anginkan lagi selama 3 hari baru dicuci dengan detergen, dapat juga dengan air yang mengandung garam karena dapat memunculkan nutrisi yang JUGABuatlah Petani TersenyumSulsel Miliki Science Techno Park, Ada Teknologi PertanianMentan SYL Bagikan 10 Ribu Bibit Pisang Kultur JaringanMentan SYL Bantu Kurban Bencana NTT dan Ambil Langkah Pengamanan Produksi PanganPanen Padi Inpari IR Nutri Zinc di Kulon Progo Dihadiri Komisi IV DPR RIPengunci warna juga bisa merubah warna, seandainya kita ingin warna yang cerah menggunakan air tawas, untuk yang lembut menggunakan air kapur, sedangkan warna gelap dengan air tunjung. Jenis kain yang bisa dipakai berbahan katun, sutra, wool, sedangkan kain yang mengandung polyester tidak bisa digunakan karena tidak mempunyai daya yang kedua adalah kukus atau steam, sebelum kain digunakan harus di mordanting dahulu, atau dinetralisir menggunakan air tawas. Lebih lanjut Sugeng menjelaskan, “1 sendok makan air tawas dicampur dengan 1 liter air biasa kemudian diaduk, selanjutnya bahan bakunya baik itu kain, kulit, direndam selama 1 satumalam,” katanya. Fungsinya untuk menetralisir kain yang dari pabrik karena mengandung unsur kimia, lilinnya, dan juga juga untuk membuka pori-pori kain supaya klorofil mudah masuk ke pori-pori kain, setelah itu diangin-anginkan selama 1satu hari baru bisa lanjut Sugeng menjelaskan sebelum kain di proses kukus atau steam harus dicelukan dulu ke air tawas, air kapur, bisa air tunjung. Dalam kondisi agak basah kemudian tempeli daun-daun dengan motif yang dikehendaki, pastikan komposisinya, motifnya, sesuaikan dengan kebutuhanya, baru diatasnya tutup dengan kain atau blangket, bisa yang berwarna ataupun polos, setelah itu dilipat atau digulung dengan batang kayu lantas diikat dengan menggunakan tali benang atau tali rafia sesuai dengan besar kecilnya tempat mengukus yang dimiliki kurang lebih selama 2 setelah didinginkan adalah diambil daun-daunnya yang bisa dimanfaatkan untuk pupuk atau media tanam sehingga ramah lingkungan, kemudian diangin-anginkan tidak boleh terkena sinar matahari langsung selama 3 hari, langkah terakhir dilakukan pengunci warna untuk menghindari luntur atau pudar warna 5 TahunDengan menggunakan merk produk Redsoga Ekoprint produk ini bisa bertahan sampai 5 tahun yang diaplikasikan dalam bentuk bahan kain, tas, dompet, sepatu kulit, jilbab, pashmina dan bentuk cendera mata lainnya. “apabila menggunakan daun jati untuk mentransfer warna merah menggunakan air kapur, warna ungu menggunakan air tunjung, dan bila menginginkan warna ping menggunakan air tawas, “ imbuhnya. Menurut Sugeng motif unik mengunakan jenis daun lanang dan daun jarak merah, hal ini karena bentuknya artistik apalagi ada bekas dimakan ulat, sedangkan daun lanang warnanya menarik dan pekat, kadang bisa kuning , kadang juga SMA Negeri Batu yang juga seorang pemahat atau pematung yang belajar ecoprint secara otodidak menjelaskan alasannya bergeser keecoprint adalah bentuk kontribusi saja. “Seni murni difaktor ekonominya untuk keseharian tidak dapat memenuhi, karena lama, lakunya lama, harganya tidak terjangkau dan orang-orang tertentu saja memahami seni murni, tapi kalau dihandycraf orang paham dan terjangkau harganya serta kebutuhan pariwisata sebagai salah satu daya tariknya,” ecoprintnya sudah merambah ke beberapa negara diantaranya, Hongkong, Prancis, Australia serta Jepang, sedangkan pasar dalam negeri sepertinya belum banyak yang tertarik hal ini barangkali kurang mensosialisasikan bahwa ecoprint produk ramah lingkungan sedangkan bahan dari sekitar kita untuk itu penting selalu mengedukasi atau pelatihan karena masih jarang mengetahui, dimana, pangsa pasarnya, sebesar apa peminatnya, harganya serta prosesnya. “ untuk bahan kain 450 ribu dan apabila sudah menjadi baju harga bisa 600 ribu sedangkan bahan kain sutra bisa 5 juta,”imbuhnya. Hal ini dirasakan wajar karena produk ecoprint secara teknik memang perlu orang yang benar-benar mempunyai ketrampilan mengingat produk ecoprint mempunyai karakteristik tidak bisa memproduksi motif atau desain yang sama meskipun prosesnya sama, hal ini dikarenakan karakter daun tentunya berbeda-beda, secara teknis sederhana tetapi proses menunggnya yang memakan waktu penghargaan telah Sugeng dapatkan diantaranya Peraih penghargaan terbaik ke 2 dalam rangka peringatan hari peduli sampah nasional Kota Batu Tahun 2021 kategori pengolahan sampah kriteria individu, Sebagai pengisi workshop peringatan hari peduli sampah nasional dari Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur tahun 2020, berpartisipasi dalam Sowan The Spirit Of East Java sasto Painting Exhibition, Hungary Sahabat Setia SINAR TANI bisa berlangganan Tabloid SINAR TANI dengan KLIK LANGGANAN TABLOID SINAR TANI. Atau versi elektronik e-paper Tabloid Sinar Tani dengan klik
Ecoprintingadalah sebuah teknik cetak dengan pewarnaan kain alami yang cukup sederhana namun dapat menghasilkan motif yang unik dan otentik. Prinsip pembuatannya adalah, melalui kontak langsung antara daun, bunga, batang atau bagian tubuh lain yang mengandung pigmen warna dengan media kain tertentu. Teknik ini merupakan hasil perkembangan dari teknik ecodyeing, yaitu pewarnaan kain dari alam
MALANG - Ecoprint merupakan salah satu jenis teknik mencetak yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi kerusakan lingkungan serta ekosistem akibat limbah kimia pabrik tekstil. Teknik itu pula yang dilakukan oleh dosen Universitas Muhammadiyah Malang UMM, Wehandaka Pancapalaga. Bersama lima mahasiswa Fakultas Pertanian Pertenakan FPP, dia mengembangkan ecoprint dengan memanfaatkan mangrove. Menariknya, mereka bisa menciptakan berbagai produk seperti tas, pakaian, hingga sepatu dari teknik pewarnaan ini muncul pada 2019 saat melakukan uji coba terhadap penelitian yang sudah dilakukan. Sebagaimana diketahui, mangrove bisa dijadikan zat pewarna alami untuk ecoprint. "Sebab itu, penelitian yang dilakukan sangat rinci, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi. Hal itu berefek pada produk yang bagus dan bermanfaat bagi masyarakat," kata hasil dari ekstrak mangrove tidak mudah luntur sehingga bagus untuk pewarna. Adapun sistem yang digunakan melalui mesin pengukus atau steam yang yang tingkat panasnya lebih terjamin. Dengan demikian, warna yang dihasilkan juga lebih merata. Kemudian suhu yang digunakan ada pada rentang 75 derajat celsius dan dikukus selama dua jam. Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi, kulit yang digunakan untuk ecoprint akan rusak. Sementara itu, kalau suhunya terlalu rendah, warna daun dan bunga tidak akan bisa melekat pada kulit. Wehandaka mengatakan, pihaknya sangat serius mendalami penelitian, termasuk mengenai pemilihan jenis mordan. Pihaknya telah mencoba berbagai cara mulai dari mordan tawas, kapur, dan tunjung. Hasilnya, mordan tawas memberikan hasil yang lebih maksimal dan cocok dengan bahan alami yang digunakan. Sementara itu, kulit yang digunakan untuk teknik ini adalah domba samak jenis crust. Pemilihan ini tak lepas dari kelebihannya yang lebih lentur dan tidak mudah luntur. Menurut dia, saat ini penelitian ecoprint timnya sedang proses didaftarkan untuk paten sederhana. Namun sembari menunggu, pihaknya juga mengabadikannya dalam beberapa event seperti program matching fund bersama UMKM Bululawang Malang. Hasilnya, masyarakat sangat antusias untuk memproduksi ecoprint tersebut karena di Desa Bululawang banyak perajin kulit yang masih monoton menggunakan warna hitam bersama tim berharap agar penelitian mengenai ecoprint dapat diterima baik oleh masyarakat. Mereka memiliki tujuan untuk membantu pengrajin kulit agar bisa lebih kreatif. "Utamanya dalam hal warna, teknik, dan cara yang lebih ramah lingkungan," jelas dia. Selanjutnya, dia sedang mencoba mengombinasikan antara ecoprint dan ukiran. Ini bertujuan agar hasil akhirnya akan seperti daun yang nampak timbul. Dengan demikian, akan semakin terlihat menarik dan bagus.
Ditangan Anik Mintorowati daunan dan bunga pun bisa digunakan untuk meraup pundi-pundi rupiah. Warga Desa Buluagung, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek ini manfaatkan daun dan bunga menjadi kerajinan ecoprint.
Kompas TV regional jawa timur Sabtu, 10 Juni 2023 1612 WIB MALANG, - Kerajinan ecoprint ramah lingkungan dibuat oleh dosen dan mahasiswa dari Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Mereka menggunakan pewarna alami, hingga proses produksi dengan cara dikukus. Sebelumnya mereka telah melakukan penelitian terlebih dahulu. Mulai pemilihan bagan, hingga proses produksi yang menghasilkan pewarnaan lebih tajam serta merata. Untuk pewarnaan mereka menggunakan ekstra mangrove sehingga tidak mudah luntur. Kemudahan dikukus dengan steam, menggunakan suhu pengukuran yang tepat. "Pengukusan zat warnanya akan keluar. Bahan bahan yg kita gunakan adalah semua pewarna alami, warnai kain pakai mangrove pohon pohon di hutan indonesia kita gali terus. Kemudian pewarna motif pada kulit ada penggunaan daun atau bunga di sekitar. Limbahnya daun yang banyak digunakan pupuk, artinya ecoprint akan membuat limbah zero atau tidak ada limbah" Kata Wehandaka, dosen pembimbing. Penelitian untuk kreasi ecoprint ini dilakukan secara rinci. Termasuk pemilihan jenis mordan. Hasilnya mordan tawas memberikan hasil lebih maksimal. Sementara kulit yang digunakan adalah kulit domba samak jenis crust. Sumber Kompas TV BERITA LAINNYA
Hasilpencetakan ecoprint ini sangat bervariasi sesuai dengan jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, lama pengolahan, kondisi pH, kualitas air, kandungan mineral dalam air, metode pengolahan, jenis serat (selulosa, sintetis atau protein) dan lainnya (Lestari, 2017).
Apa Itu Ecoprint?Bagaimana Sejarah Batik Ecoprint?Apa Saja Jenis Ecoprint?Bahan dan Alat yang DigunakanKeunggulan dan Manfaat Ecoprinting Apa Itu Ecoprint? Contoh gambar motif kain ecoprint. Sebagian dari kita pasti jarang mendengar kata ecoprint. Namun, bagi para pekerja industri tekstil kata ini mungkin merupakan suatu hal yang tak asing lagi. Ecoprint dapat diartikan sebagai teknik mencetak pada kain dengan menggunakan pewarna alami dan membuat motif dari daun secara manual yaitu dengan cara ditempel sampai timbul motif pada kain. Teknik ini merupakan hasil perkembangan dari teknik ecodyeing, yaitu pewarnaan kain dari alam. Indiana Flint pada tahun 2006 mengembangkannya menjadi teknik ecoprint. Ketika itu, Flint menempelkan tanaman yang mempunyai pigmen warna dan menempelkannya pada kain yang berserat alami. Bagaimana Sejarah Batik Ecoprint? Mengutip dari laman teknik pembuatan ecoprint mulai diperkenalkan di negara India awal tahun 2000 oleh India Flint, yaitu daun-daunan ditempet pada kain sutera atau wool kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam steam. Apa Saja Jenis Ecoprint? Contoh jadi dari teknik ecoprint. Dalam proses ecoprint, dikenal dua teknik pewarnaan, yaitu teknik iron blanket dan teknik pounding. Dalam teknik iron blanket, langkah pertama yang dilakukan adalah mordanting pembersihan kain dari kotoran. Proses mordanting ini sama saja seperti mencuci pakaian. Setelah itu, siapkan pewarna dari bahan alam dengan merendam dedaunan dalam larutan cuka. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan zat warna pada dedaunan dengan maksimal. Lalu, setelah pewarna siap, bentangkan kain yang sudah dibersihkan dan tempelkan dedaunan yang sudah direndam dengan larutan cuka. Kemudian, gulung dengan pipa paralon lalu ikat dengan tali. Tahap terakhir, yaitu kukus kain yang telah diikat selama 2 jam. Ads Dalam teknik pounding, proses dan cara pewarnaan kain sedikit berbeda dengan teknik iron blanket. Perbedaanya terletak pada dua tahap paling terakhir. Perbedaan pertama adalah pada teknik iron blanket menggulung kain menggunakan paralon untuk mengeluarkan warna daun pada kain, sedangkan pada teknik pounding memukul daun pada kain menggunakan palu kayu. Perbedaan kedua yaitu pada teknik iron blanket, pengeringan dilakukan dengan mengukus kain selama 2 jam, sedangkan pada teknik pounding proses pengeringan dilakukan dengan menjemur kain langsung di bawah sinar matahari. Bahan dan Alat yang Digunakan Dalam proses pembuatan ecoprint, tidak semua jenis kain bisa dipakai. Hanya kain dari serat alam lah yang bisa digunakan. Kenapa hanya kain dari serat alam? Karena hal itu bertujuan untuk memudahkan penyerapan warna dari daun ke serat-serat benang. Beberapa serat alami yang bisa digunakan antara lain adalah serat kapas serat yang berasal dari biji tanaman ordo Malvales, serat linen serat yang berasal dari tumbuhan rami, dan serat sutra serat yang bersumber dari larva ulat sutra murbei Bombyx mori Serat adalah salah satu bahan utama dari proses pembuatan kain. Dari serat alami di atas, kira-kira kain apa saja yang bisa digunakan untuk pembuatan ecoprint? Kain-kain yang bisa digunakan antara lain adalah kain katun yang bersumber dari serat kapas, kain doby yang bersumber dari serat kapas atau sutra, dan kain katun silk sutra yang bersumber dari perpaduan serat kapas dan serat sutra. Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk membuat batik ecoprint seperti dikutip dari laman yaitu Kain dengan serat alami seperti katun, sutera, atau kanvas, Daun-daunan/bunga, Air cuka, Palu, Campuran air tawas, Pipa peralon, Tali, Panci untuk mengukus. Keunggulan dan Manfaat Ecoprinting Berbicara tentang manfaat ecoprint, mari kita coba lihat kembali definisinya. Teknik ini adalah pewarnaan yang menggunakan bahan alam sebagai bahan bakunya. Oleh karena itu, manfaat dari teknik ini adalah menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Tidak membuat lingkungan tercemar dengan limbah yang dikeluarkan dari pabrik tekstil. Sehingga lingkungan tetap bersih dan lestari. Selain itu, produk yang dihasilkan menghindarkan pengrajin dan konsumen dari gangguan kesehatan yang mungkin bisa didapat dari pewarna buatan. Sebab, bahan-bahan kimia yang terdapat di pewarna buatan dapat mengancam gangguan pernafasan, bahkan keracunan. Penulis Irfan Maulana Dikurasi Oleh Daning Krisdianti Referensi Literatur AlvaniLa. 25 Maret 2019. 8 April 2021. Bayu Wirawan and M. Alvin. “Teknik Pewarnaan Alam Eco Print Daun Ubi Dengan Penggunaan Fiksator Kapur, Tawas dan Tunjung.” LITBANG KOTA PALEMBANG 2019 1-5. Saraswati, Ratna, et al. Pemanfaatan Daun untuk Ecoprint dalam Menunjang Pariwisata. Depok Departemen Geografi FMIPAUI, 2019. Referensi Gambar Gambar 1 dan 2 merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut untuk melakukan kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di berbagai daerah. Mari kita sama-sama melestarikan lingkungan dan menjaganya. Yuk bergabung bersama kami sebagai pioneer penghijauan!

AfiatunNisa, Universitas Negeri Semarang, Biology Education Department, Undergraduate. Studies Teknik, Business, and Philosophy. Universitas Negeri Semarang

› Dimensi ”ecoprint” sangat luas sehingga menantang untuk dieksplorasi. Media yang dimanfaatkan kian beragam. Tak hanya kain, kulit dan bambu pun dipakai untuk ”ecoprint”. OlehFransisca Romana Ninik 5 menit baca KOMPAS/FRANSISCA ROMANA NINIK Ecoprint di atas kulit produksi dimensi eksplorasi ecoprint membuat banyak pegiatnya jatuh hati sekaligus tertantang. Berbagai eksperimen mereka lakukan untuk menghasilkan produk terbaik dari warna-warna alami daun dan bunga di atas media umumnya, ecoprint dilakukan di atas kertas atau kain. Kini banyak kreasi ecoprint di atas kulit, keramik, dan bambu. Begitu banyaknya pembuat ecoprint di atas kain membuat Sari Wahyuni melirik media kulit untuk produknya. Pemilik lini Sweet Shabrina ini juga secara spesifik memilih produk tas sebagai aplikasi ecoprint di atas kulit.”Saya bisa lebih leluasa berkreasi. Saya cari bentuk dan warna yang tidak pasaran. Rupanya peminatnya banyak, padahal dulu tidak dilirik,” ujar Sari, Kamis 5/3/2020, di kediamannya di Cakung, Jakarta tempat itulah dia membuat tas kulit ecoprint dari dasar sampai bisa disandang di bahu. Kebetulan sebelum berkecimpung di dunia ecoprint, Sari lebih dulu menguasai jahit-menjahit. Dengan demikian, dia bisa menghasilkan produk akhir yang bernilai ekonomis dari lembaran-lembaran kulit dia belajar ecoprint pada pertengahan 2018 di Makassar, Sulawesi Selatan. Dia memperdalam dan memperluas pengalaman dengan mengikuti pelatihan di Jakarta. Sekarang Sari juga membuka sendiri kelas belajar ecoprint di rumahnya. Peserta datang dari sejumlah daerah, seperti Cirebon, Yogyakarta, dan pengalaman menjual produknya di pasar, dia mengamati bahwa lebih banyak pembeli yang berminat dengan tas berwarna gelap. ”Mungkin enggak mau tasnya gampang kotor,” katanya sembari tas yang diperlihatkan Sari didominasi warna gelap, seperti hitam, coklat tua, warna tanah, dan biru gelap. Warna gelap itu kontras dengan dedaunan yang berwarna lebih ROMANA NINIK Tas kulit ecoprint produksi Sweet gelap bisa dihasilkan dari kulit kayu jelawe, tegeran, dengan zat pengunci dari tunjung. Sari menanam sendiri sejumlah pohon yang daunnya bisa tinggal diambil saat membuat ecoprint. Di antaranya ada daun lanang dan daun kayu afrika. ”Pakai daun jati, daun bambu, juga bisa. Warnanya kuat. Rumput liar juga bisa dipakai, tinggal ambil di sekitar rumah,” akhirTantangan membuat ecoprint, kata Sari, adalah kita tidak pernah tahu pasti hasil akhirnya seperti apa. Meskipun sudah dibuat sesuai teori, hasilnya bisa berbeda, tidak seperti yang diharapkan.”Jadi, kita harus terus mencoba. Semakin sering mencoba, semakin kita bisa tahu hasilnya,” demikian, kegagalan membuat ecoprint tidak perlu ditakuti. Bagi Sari, hasil ecoprint yang gagal pun tetap terlihat unik dan menarik. Dia pernah terlalu lama mengukus kulit sehingga bolong-bolong. Pernah juga menaruh dedaunan di sisi kulit yang perlu khawatir, kata Sari. Kegagalan seperti itu bisa disiasati saat membuat produk akhir ecoprint. Misalnya dengan peletakan pada sisi-sisi tertentu atau pembuatan pola-pola yang membuat kesalahan itu Wijaya, pemilik lini Atmacraft, juga memanfaatkan media seperti kain dan kulit untuk produk-produk yang dibuatnya. Untuk kain, dia membuatnya menjadi baju, pasmina, syal, dan hijab. Sementara untuk kulit dibuat menjadi dompet, pouch, dan tas. Beberapa produk di antaranya dia jahit dengan tangan, terutama untuk produk ukuran ROMANA NINIK Ecoprint di atas kulit produksi tahun 2017, Angie memulai usaha ecoprint. Dia mengikuti pelatihan melalui Skype dengan perajin dari Turki, lalu melakukan eksperimen pengembangan sendiri. Dia pun banyak mengamati karya-karya perajin ecoprint dari luar negeri untuk menambah daun-daun yang sudah populer dimanfaatkan para pegiat ecoprint, Angie mencoba beberapa jenis tanaman untuk menghasilkan warna dan bentuk yang berbeda. ”Saya menemukan daun merambat liar yang bisa memberi warna coklat kemerahan. Ada juga yang seperti gulma. Ada bunga keningkir,” juga mencoba bereksperimen dengan media kanvas. Namun, hasilnya tidak sebagus ecoprint pada kulit. Tidak semua daun yang berhasil pada kulit bisa berhasil pada kanvas. Angie juga ingin mencoba ecoprint di atas bisa mendapatkan hasil maksimal, menurut Angie, seseorang yang ingin membuat ecoprint perlu paham betul warna yang dihasilkan dari daun-daun yang dipakai. Terlebih jika ingin membuat sebuah produk berdasarkan keserasian warna.”Bisa dibuat sket lebih dulu supaya tidak berantakan warna dan bentuknya. Sebenarnya meletakkan daun secara sembarangan pun tidak masalah asal tahu daun itu mengeluarkan warna apa agar warna dan bentuk bisa harmonis,” ujar menjadi tantangan ketika menjual produk ecoprint adalah warna yang bisa memudar seiring waktu karena proses pencucian, penjemuran, dan pemanasan lewat setrika. Untuk itu perawatan yang teliti perlu dilakukan pembeli, misalnya dicuci dengan sampo bayi untuk kain atau sering diangin-anginkan untuk DEWI HOUSE CRAFT Mug bambu dengan proses ecoprint di Dewi House ecoprint di atas bambu dibuat oleh Utami Dewi dari Dewi House Craft di Wates, Kediri, Jawa Timur. Dari berbagai pengalamannya berkutat dengan kerajinan, Utami merasa nyaman dengan proses ecoprint karena sifatnya yang alami. Selain itu, ecoprint juga memungkinkan dia untuk eksplorasi dengan berbagai dia pun mencari media yang alami pula untuk menapakkan jejak-jejak dedaunan. ”Kebetulan teman saya punya usaha membuat mug dari bambu. Saya mencoba membuat nilai tambah di atasnya dengan ecoprint,” daun jati, hasil yang didapat langsung memuaskan. Warna coklat kemerahan tertoreh di sisi mug bambu membuatnya lebih itu bisa dimanfaatkan untuk minum atau untuk suvenir. Pengiriman produk bambu pun lebih mudah karena tidak gampang tengah mencoba kreasi lain, yakni ecoprint di atas anyaman. Dia telah berhasil membuat untuk ukuran kecil, seperti wadah permen. Dia pun tertantang untuk membuat produk yang lebih besar, seperti keranjang kue atau DEWI HOUSE CRAFT Produk anyaman bambu dengan ecoprint di Dewi House Craft.”Saya senang karena dimensi ecoprint sangat luas. Yang penting kita telaten mencoba karena prosesnya agak lama,” kata Utami.
. 36 67 443 279 162 488 203 137

jenis bunga untuk ecoprint